Kerja Keras dan Kekompakan Timnas Jadi Kunci
Sumber: https://www.republika.id/posts/23462/kerja-keras-dan-kekompakan-timnas-jadi-kunci
Timnas sepak bola Indonesia kembali membuka asa untuk meraih Piala AFF untuk pertama kalinya melalui laga melawan Thailand pada Rabu (29/12) dan Sabtu (1/1). Kerja keras dan kekompakan yang telah ditunjukkan para penggawa Garuda sepanjang turnamen tahun ini disebut menjadi modal utama.
Gelandang
timnas sepak bola Indonesia Witan Sulaeman yakin timnya bisa menjuarai Piala
AFF 2020 jika menjaga kekompakan tim. Menurut dia, hal tersebut dapat mengatasi
tekanan mental dari lawan. "Kunci kemenangan adalah kerja sama tim,
kebersamaan, dan kami tidak boleh saling menyalahkan. Harus saling percaya,
kompak, dan terus bekerja sama di setiap pertandingan," katanya, Senin
(27/12).
Pemain
Lechia Gdansk itu juga mengungkapkan, dirinya kelelahan setelah menghadapi
Singapura di semifinal. “Tapi, karena kami menang kemarin, saya sangat senang
dan punya tiga hari lagi (ke pertandingan selanjutnya)," ucapnya.
Mental juga
menjadi salah satu aspek yang menjadi poin penting menatap laga kontra
Thailand. Hal itu disampaikan kiper timnas Nadeo Argawinata sebagai rahasianya
sehingga dapat membendung eksekusi penalti Singapura di babak semifinal, Sabtu
(25/12) lalu.
Nadeo
berhasil menepis eksekusi penalti yang ditendang oleh Faris Ramli pada menit
ke-90. Jika sepakan itu sukses, kemungkinan besar Indonesia harus tumbang di
semifinal karena kalah 2-3.
"Semalam
sebelum pertandingan, saya belajar cara penendang Singapura. Bisa dikatakan
beruntung karena kadang sepak bola butuh keberuntungan. Kuncinya adalah kami
bermain kompak," kata Nadeo.
Berkat
kesuksesan Nadeo menghentikan tendangan penalti, pertandingan harus berlanjut
hingga babak tambahan. "Alhamdulillah, saya bisa mengamankan tendangan
penalti berkat teman-teman juga. Indonesia bisa masuk final juga
kebanggaan buat saya dan teman-teman. Saya meminta supporter mendukung
timnas di final nanti agar kita bisa juara," ucapnya.
Dua leg final
Piala AFF 2020 akan berlangsung di National Stadium, Singapura. Pertandingan
final tersebut adalah yang keenam kalinya dijalani timnas Indonesia. Dalam lima
kesempatan sebelumnya, Garuda selalu kalah. Tiga di antaranya, yakni pada 2000,
2002, dan 2016, Indonesia kalah dari Thailand.
Pelatih
timnas Indonesia Shin Tae-yong menuturkan, para pemain timnas Indonesia perlu
pematangan untuk bisa terus berkembang. Sebab, ketika dalam tekanan, permainan
timnas Indonesia menjadi berantakan. "Bagian itu harus diperbaiki,
khususnya para pemain masih muda, untuk kontrol pertandingan sedikit berkurang.
Jadi, untuk ke depannya lebih menunjukkan lagi perkembangan,” ujar pelatih asal
Korea Selatan tersebut.
Mantan
penyerang tim nasional Indonesia Kurniawan Dwi Yulianto juga berharap anak asuh
Shin Tae-yong benar-benar berfokus untuk memberikan segalanya pada partai
puncak. "Menurut saya, yang perlu diperhatikan bagaimana para pemain kita
menunjukkan mentalitas (positif), mengontrol emosi dan kepercayaan diri,
sehingga kita bisa penuh konsentrasi menjalani dua laga terakhir ini,"
kata pria kelahiran Magelang ini saat dihubungi Republika, Senin
(27/12).
Kurniawan
meminta para juniornya melepaskan kegembiraan di fase-fase sebelumnya. Ia tak
asal bicara. Sosok berjuluk si Kurus ini pernah merasakan final Piala AFF
(Piala Tiger) 2004.
Waktu itu,
Indonesia bertemu Singapura di final. Ia dan rekan-rekannya terlarut
kegembiraan setelah menyingkirkan Malaysia. "Jadi, klimaksnya di
semifinal. Kita tidak ekspektasi Singapura bermain seperti itu dengan pemain
naturalisasinya. Akhirnya, kita kalah di final. Saya enggak mau
itu terjadi lagi. Euforia kemenangan kemarin cukup selesai di malam itu
saja," ujar Kurniawan.
Dari sisi
teknis, Kurniawan melihat sudah banyak peningkatan di timnas era Shin Tae-yong.
Namun, pada saat yang sama, mantan juru gedor Persija Jakarta itu juga
mengakui, kubu lawan berada di level berbeda. "Mereka cukup tenang. Game
plan-nya jelas. Tapi, kembali lagi, sepak bola tidak seperti matematika.
Segala sesuatu bisa terjadi," tuturnya.
Kurniawan
berharap karakter Indonesia yang sudah ditunjukkan selama ini bisa
dipertahankan. Karakter tersebut yaitu, sebuah tim yang menonjolkan daya juang
tinggi, determinasi, dan keseimbangan antara bertahan dan menyerang.
"Para
pemain tidak boleh teledor karena tim yang kita hadapi cukup matang. Jangan
sampai melakukan pelanggaran dekat kotak penalti karena set piece terkadang
bisa menjadi penentu sebuah tim memenangkan pertandingan," kata Kurniawan.
Ia
mencontohkan, saat melawan Singapura pada semifinal leg kedua,
gawang Nadeo Argawinata dua kali kebobolan lewat bola mati. "Jadi, para
pemain harus sabar tapi tidak mengurangi agresivitas mereka," ujar
Kurniawan lagi.
Pertemuan
terakhir Garuda dan Gajah Perang terjadi pada Kualifikasi Piala Dunia 2022
beberapa bulan lalu. Dalam laga yang berlangsung di Al-Maktoum Stadium, Uni
Emirat Arab, skor berkesudahan imbang 2-2.
Menurut Kurniawan, laga kali ini bakal berbeda. Motivasi pemain Indonesia sangat tinggi menjelang partai di depan mata. Terutama, Witan Sulaeman dan rekan-rekan telah sekian lama berlatih dengan penuh intensitas ala Shin Tae-yong.
"Tapi,
kita tidak bisa terlena juga karena Thailand mempunyai pemain sarat pengalaman
seperti Teerasil Dangda, Chanathip Songkrasin, Theerathon Bunmathan, yang bisa
memberikan dampak positif untuk timnya," tutur Kurniawan.
Pelatih
Thailand Alexandre Polking menuturkan, ia membutuhkan strategi yang berbeda
saat menghadapi Indonesia di final dengan yang ia gunakan untuk melawan
Vietnam. Menurut dia, timnya tak bisa banyak berlatih karena hanya memiliki
waktu istirahat dua hari.
"Kami
hanya bisa mengembangkan gagasan dan rencana dari penampilan hari ini,"
ujarnya selepas pertandingan melawan Vietnam, seperti dilansir media
Vietnam, Bongda24h, kemarin.
Ia
menekankan, tak ada tim yang favorit juara pada laga final nanti. "Saya
menyaksikan tiga laga Indonesia dari bangku penonton. Mereka punya banyak
pemain yang sangat berbahaya, bermain tak kenal menyerah," ujarnya.
Berbeda dari
Indonesia, yang memetik satu hasil imbang dan tiga kemenangan di fase grup,
laju Thailand ke fase gugur Piala AFF 2020 terbilang mulus. Tim besutan
Alexandre Polking itu menyapu bersih kemenangan dalam empat laga grup. Thailand
pun melaju ke babak semifinal dengan koleksi sempurna, 12 angka dari empat
laga.
Thailand
juga terbukti mampu menjaga keseimbangan permainan. Skuad Gajah Perang menjadi
tim paling produktif sepanjang penyisihan Grup A dengan koleksi 10 gol dengan
hanya kebobolan satu gol. Secara keseluruhan, Thailand mencetak 12 gol dan
hanya kebobolan sekali dalam perjalanan ke final Piala AFF 2020.
Di bawah
arahan Polking, pelatih Berdarah Brasil-Jerman, Thailand menerapkan sepak bola
menyerang berbasis penguasaan bola dengan transisi cepat. Penguasaan ruang di
lapangan tengah menjadi salah satu senjata Teerasil Dangda dan kawan-kawan
dalam berburu kemenangan. Penguasaan ruang di lapangan tengah ini dilakukan
dengan memegang kendali bola lewat operan-operan pendek dan rotasi para
gelandang.
Pada leg kedua
babak semifinal kontra Vietnam, Sarach Yooyen, Thitipan Puangchan, dan Phitiwat
Sukjitthammakul, dan Chanatip Songkrasin terlihat bergerak dinamis di lapangan
tengah. Begitu pula dengan kehadiran para bek sayap di kedua sisi permainan
yang menambah opsi serangan.
Pergerakan
para pemain ini membuat permainan Thailand bisa mengalir dan dengan momen yang
tepat bisa mengirimkan ancaman ke sepertiga akhir lapangan lawan.
Namun, dari
tiga gelandang Thailand, peran Chanatip Songkrasin yang juga menjabat sebagai
kapten tim, paling krusial dalam bangunan serangan tim Gajah Perang. Nyaris
semua serangan Thailand diawali dari aksi pemain yang telah mencetak dua gol di
pentas Piala AFF 2020 tersebut.
Mantan
pemain timnas Indonesia Mundari Karya menilai, salah satu cara untuk meredam
serangan Thailand adalah dengan mematikan pergerakan Songkrasin. "Pola
serangan dari dia. Saya rasa, pergerakannya patut dimatikan oleh para pemain
timnas. Dia bisa mengubah jalannya laga,'' tutur sosok yang pernah melatih
sejumlah klub Tanah Air itu kepada Republika, Senin (27/12).
Tidak hanya
itu, Mundari juga menyebut, tim Garuda mesti bisa mewaspadai pergerakan dua bek
sayap Thailand, Narubadin Weeratnodom di sisi kanan dan Theerathon Bunmathan di
sisi kiri. Kendati Bunmathan dipastikan absen di leg pertama babak final,
pelatih Polking diperkirakan telah menyiapkan pemain pengganti sepadan untuk
mengawal sisi kiri lapangan Thailand.
Demi bisa
menyaingi permainan Thailand di sisi sayap, Mundari menilai timnas bisa
menerapkan formasi 3-4-3 yang berubah menjadi 5-4-1 saat bertahan. Dua bek
sayap Indonesia, Asnawi Mangkualam dan Pratama Arhan, dinilai mampu meredam
pergerakan dan penetrasi yang dilakukan bek sayap Thailand. Skema ini, tutur
Mundari, sebenarnya pernah diterapkan oleh pelatih Shin Tae-yong saat Indonesia
menghadapi Vietnam di penyisihan Grup B. Saat itu, Indonesia mampu menahan
imbang Vietnam, 0-0.
"Sisi
sayap Thailand itu mesti diwaspadai. Jika menerapkan formasi 4-4-2, akan ada
kelemahan di sisi sayap karena Asnawi dan Arhan begitu aktif menyerang. Dua
posisi itu bisa menjadi incaran," kata sosok yang pernah ditugaskan
menjaga Diego Maradona pada Piala Dunia U-20 1979.
Pria yang
kini menjadi menjabat sebagai manajer Barito Putera tersebut menilai,
sebenarnya timnas Indonesia telah menunjukkan kemampuan impresif sebagai modal
untuk bisa mengimbangi permainan Thailand. Saat tampil menghadapi Malaysia,
sektor penyerangan skuad Garuda tampil begitu impresif, sementara kala bentrok
dengan Vietnam, pertahanan Indonesia tampil sangat solid. Evan Dimas dan
kawan-kawan tinggal mengulangi dua performa tersebut di laga kontra Thailand.
Menurut
Mundari, skuad Garuda juga memiliki modal berupa kolektivitas permainan. Pun
dengan variasi serangan, baik lewat tusukan di sisi sayap ataupun dari lapangan
tengah. Selain itu, timnas Indonesia di bawah kendali Shin Tae-yong terlihat
tidak terburu-buru dalam membangun serangan. Alih-alih kerap melepaskan umpan
lambung, para penggawa timnas Indonesia bisa mengatur tempo saat menguasai
bola.
Namun,
Mundari tetap mengingatkan soal kemampuan para penggawa tim Merah-Putih untuk
bisa menjaga transisi permainan. Di titik ini, ancaman kembali menghantui
timnas Indonesia jika melihat kecenderungan gaya permainan Thailand.
"Thailand
ini bagus dalam memanfaatkan kegagalan lawan menjaga transisi permainan. Begitu
mereka bisa merebut bola, mereka langsung melakukan counter attack.
Dua gol ke gawang Vietnam di leg pertama terjadi saat mereka berhasil merebut
bola di lapangan tengah dan counter attack,'' ujar Mundari.
Terlepas
dari berbagai keunggulan tersebut, Thailand sebenarnya memiliki celah di
permainannya. Upaya memenuhi ruang di lapangan tengah dengan pergerakan para
bek sayap membuat kedua sisi pertahanan tim Gajah Perang begitu rentan,
terutama saat menghadapi serangan balik.
Hal ini bisa
dimanfaatkah oleh pasukan Garuda pada dua leg laga final Piala AFF 2020.
Terlebih, timnas Indonesia memiliki pemain-pemain sayap yang memiliki
kecepatan.
Rencananya,
skuad Garuda akan melakoni leg pertama partai puncak Piala AFF 2020 akan
digelar pada Rabu (29/12) malam WIB di Stadion Nasional Singapura. Kemudian
berselang dua hari kemudian, final kedua Piala AFF 2020 akan digelar di tempat
yang sama.
Pada dua
laga ini, Indonesia akan mengejar mimpi untuk pertama kalinya menjadi yang
terbaik di pentas sepak bola kawasan Asia Tenggara setelah gagal di lima partai
final sebelumnya, tiga di antaranya kalah dari Thailand.
Komentar
Posting Komentar